Selasa, 15 Januari 2013

Mahasiswi Ini Menabung Sejak Balita Demi Naik Haji



Seorang jamaahnya Putri Sentika (19 tahun) ternyata sudah mengumpulkan uang untuk berangkat haji sejak usia 1,5 tahun. Tentunya, semua berkat dorongan orangtua yang telah menabung khusus untuknya. Setelah terus menabung selama 19 tahun, akhirnya Putri diperkenankan untuk berangkat ke Mekkah tahun 2011 ini. Apalagi, dia juga melanjutkan tabungan khusus berhajinya itu dengan uang jajan dan pemberian orangtua. Dan yang lebih membuat Putri bahagia, dia berangkat haji bersama seluruh keluarganya. Putri merasa nyaman dan sangat berbahagia bisa melengkapi ibadah rukun Islam kelima secara bersamaan. Karena umumnya jamaah calon haji hanya dipanggil secara pribadi oleh Allah.

Perempuan kelahiran 8 Juni 1992 itu mengaku, pada 2008 lalu dia bersama enam anggota keluarganya didaftarkan berangkat haji oleh Ayahnya, Prayitno. "Alhamdulillah, Allah memanggil kami sekeluarga sekalian dengan nenek dan tante untuk beribadah haji tahun ini," ujar Putri kepada wartawan Rabu (19/10/2011) di Asrama Haji Embarkasi Medan. Putri mengatakan ingin sekali melihat segala kebesaran Allah di tanah suci. Seperti pusat kiblat umat Islam yakni Kabbah, menemukan raudah, mengunjungi makam Rasul, dan tempat-tempat bersejarah lainnya. Namun yang terutama beribadah dan menyerahkan diri secara penuh di rumah Allah.

Mahasiswi Fakultas Ekonomi ini telah memohon ijin selama 40 hari untuk fokus ibadah di Mekkah. Tetapi teman-teman di kampusnya tak lupa menitipkan doa agar dibacakan sesampainya di Mekkah. "Lumayan banyaklah yang mengirimkan doa, umumnya memohon mendapat panggilan Allah agar berhasil memijakkan kaki di tanah Arab", ucap anak Prayitno dan Nurhamidah. Kemudian Putri juga akan bermohon, agar Allah SWT memberi kesehatan dan rejeki serta kemudahan dalam menjalani hidup di dunia. Dan mendapatkan keberkahan akhirat, sehingga pintu surga terbuka lebar untuknya dan keluarga besar.

( Sumber : TribunNews )

Senin, 14 Januari 2013

Ekonomi Islam untuk Indonesia

Ekonomi Islam untuk Indonesia
Oleh: Abu Haris

Pada 2011, Indonesia telah di golongkan dalam  negara berpendapatan menengah (PDB per kapita US$3.000). Posisi Indonesia ini didukung pengelolaan ekonomi makro dan fiskal yang relatif baik, stabilitas politik domestik yang baik, memiliki potensi ekonomi berupa SDA melimpah dan kekuatan demografi yang mendukung, serta membaiknya posisi Indonesia di dunia internasional, yang ditunjukkan dengan keikutsertaannya dalam G-20.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia juga konsisten (sekitar 6% per tahun). Hal ini didukung oleh semakin membaiknya kegiatan investasi. Pada 2025, Indonesia diperkirakan akan memiliki pangsa terhadap pertumbuhan PDB global sekitar 2,81%. Indonesia juga berpeluang menjadi salah satu emerging market terbesar di dunia. Indonesia memiliki keuntungan demografi, karena struktur usia penduduk Indonesia pada 2025 nanti akan dihuni oleh kelompok penduduk berusia produktif. China saat ini disebut sebagai leader emerging market, namun China memiliki ketergantungan yang cukup tinggi terhadap Indonesia dalam hal sumber-sumber energi dan pangan. Pada 2025, China diperkirakan akan memiliki posisi demografi yang tidak menguntungkan, karena penduduk usia produktifnya akan semakin mengecil. Pertumbuhan ekonomi China yang saat ini tinggi (rata-rata 9%), sesungguhnya karena China sedang menikmati demographic dividend, seiring dengan kelompok masyarakat menengahnya yang saat ini jumlahnya besar.
Sekarang ini, Indonesia mulai membenah diri di bidang ekonomi. Ekonomi Islam menjadi solusi bagi Indonesia untuk membangun perekonomian nasional. Hal ini di dukung dengan perkembangan Ekonomi Islam di dunia yang mengalami peningkatan pesat sejak berkumpulnya negara-negara muslim yang tergabung dalam OKI di Jeddah pada tahun 1975. Ekonomi Islam tidak hanya diterima dinegara-negara OKI, tetapi juga negara-negara besar seperti Amerika Serikat, Inggris, Luxembrug, Singapura. Pertimbangan kemajuan Ekonomi Islam ini juga didukung oleh banyaknya umat muslim didunia dan SDA yang melimpah. Umat muslim adalah umat kedua terbanyak didunia dengan jumlah sekitar 2,3 Milyar jiwa (PEW Research Centre’s Forum on Religion & Public Life. Mapping The Moeslim Population. October 2009).
Fitur sistem Ekonomi Islam yang paling terkenal adalah sistem finansial non-ribawi (free base interest). Karena bunga adalah akar dari semua krisis finansial yang dialami perekonomian modern. Dari data yang diperoleh dari BIS, pada April 2004, rata-rata volume transaksi harian valas mencapai US$ 1,9 triliun, yang terdiri dari transaksi spot US$ 0,6 triliun dan transaksi derivatif US$ 1,3 triliun. Volume transaksi yang terjadi pada perdagangan dunia di sektor rill hanya US$ 6 triliun setiap tahun (Nasution, 2006). Oleh karena itu gap antara sektor rill dan moneter majadi semakin tinnggi. Penerapan bunga juga membuat output di sektor rill “dipaksa” tumbuh sesuai dengan tingkat yang diinginkan sektor finansial. Dengan demikian, penerapan bunga secara sistemik akan membuat upaya-upaya mendapatkan laba jangka pendek semakin marak sehingga mendorong eksploitasi sumber daya manusia dan alam secara berlebihan yang sering berujung pada krisis sosial dan ekologi. Di dalam dunia modern, dampak bunga terhadap perekonomian dan lingkungan menjadi semakin mengkhawatirkan. Ketika sistem bunga dikombinasikan dengan reserve fractional banking, maka efek inflasioner bunga bertemu dengan kemampuan sektor perbankan untuk menciptakan uang. Dampaknya adalah pertumbuhan uang beredar yang masif dan semakin cepat menuju tak terbatas.
            Absensi Riba dalam perekonomian (sektor riil) mencegah penumpukan harta pada sekelompok orang (money concentration & creation), dimana hal tersebut berpotensi terjadinya misalokasi produksi (menghambat perkembangan sektor riil) dan eksploitasi perekonomian (eksploitasi pelaku ekonomi atas pelaku yang lain dan eksploitasi sistem atas pelaku ekonomi). Absensi Riba mencegah timbulnya gangguan-gangguan dalam sektor riil, seperti inflasi dan penurunan produktifitas ekonomi makro. Absensi Riba mendorong terciptanya aktifitas ekonomi yang adil, stabil dan sustainable melalui mekanisme bagi hasil (profit-loss sharing) yang produktif. Dengan sistem finansial seperti ini (Ekonomi Islam), sektor rill akan bergerak lebih cepat. Bergeraknya cepatnya sektor rill akan meningkatkan produksi dan lapangan kerja Maka hal ini akan bermanfaat bagi masyarakat karena produksi naik bersaman juga daya beli masyarakat naik. Artinya ada yang menyerap produksi tambahan atau dengan kata lain kenaikan kebutuhan diimbangi dengan kenaikan produksi barang sehingga tidak terjadi kenaikan harga-harga.
            Di sektor perbankan Indonesia, sampai tahun 2010 jumlah kantor bank-bank syariah mencapai 586 cabang. Prospek Ekonomi Islam di masa depan diperkirakan juga akan semakin cerah. Selain perbankan, sektor Ekonomi Islam lainnya yang juga mulai berkembang adalah asuransi syariah. Prinsip asuransi syariah pada intinya adalah kejelasan dana, tidak mengandung judi dan riba atau bunga. Melihat potensi umat yang ada di Indonesia, prospek asuransi syariah sangat menjanjikan. Dalam sepuluh tahun ke depan diperkirakan Indonesia bisa menjadi negara yang pasar asuransinya paling besar di dunia. Data dari Asosiasi Asuransi Syariah di Indonesia menyebutkan, tingkat pertumbuhan asuransi syariah  tahun 2010 mencapai 40 persen, sementara asuransi konvensional hanya 22,7 persen. Perbankan dan asuransi, hanya salah satu dari industri keuangan syariah yang kini sedang berkembang pesat.
Akan tetapi, meski sudah menunjukan eksistensinya, masih banyak kendala yang dihadapi bagi pengembangan Ekonomi Islam di Indonesia. Pemahaman masyarakat selama ini yang masih kurang memadai. Kendala lain yang cukup berpengaruh adalah kurangnnya dukungan dari para pengambil kebijakan di negeri ini, terutama menteri-menteri dan lembaga pemerintahan yang memiliki wewenang dalam menentukan kebijakan ekonomi. Salah satu alternatif yang sesuai untuk diterapkan di Indonesia dalam rangka memperbaiki keterpurukan ekonomi yang terjadi di Indonesia dewasa ini adalah dengan cara mengembangkan Ekonomi Islam. Tentunya pengembangan Ekonomi Islam  ini tidak dapat berhasil dengan baik apabila tidak ada dukungan dari semua pihak baik pemerintah, ulama, cendekiawan, pengusaha, bahkan masyarakat sendiri.
Sudah saatnya ekonomi Islam diberikan kesempatan dalam perekonomian Indonesia sebagai alternatif sistem yang sudah ada sekarang. Sistem ekonomi yang telah terbukti dapat mensejahterakan masyarakat pada masa ke khalifahan Umar bin Abdul Azis (717-720 M). Maka menjadi hal yang sangat mungkin sejarah keemasan umat Islam dengan kesejahteraan yang merata dapat terulang kembali di Indonesia. Dengan mengambil kebaikan dari ekonomi yang ada sekarang dan koreksi dari sistem ekonomi konvensional akan menjadi kekuatan yang saling melengkapi dalam mensejahterakan rakyat Indonesia. Implementasi ekonomi syariah dalam berbagai bidang, seperti dalam sistem fianansial, sistem moneter,  dan sisterm fiskal dalam perekonomian akan membuat sebuah sistem ekonomi negara yang kokoh dan stabil.

Mimpi Osama sejak kecil



Osama pernah bercerita kepada bapaknya bahwa dalam mimpi, Osama melihat dirinya berada di sebuah area dataran yang luas. Osama melihat tentara menunggang kuda putih bergerak ke arahnya. Mereka semua mengenakan turban hitam. Salah satu penunggang kuda, yang memiliki mata mengkilap, mendatanginya dan bertanya, “ Apakah anda Osama bin Muhammad bin Laden?” Osama pun menjawab, “Ya, itu adalah saya.” Ia bertanya lagi, “Apakah anda Osama bin Muhammad bin Laden?” Osama  pun menjawab lagi “Ya, itu adalah saya.” Ia bertanya lagi “Apakah anda Osama bin Muhammad bin Laden?” kemudian Osama pun menjawab “Wallahi, aku adalah Osama bin Laden.” Kemudian ia pun memindahkan sebuah bendera kearah Osama  dan mengatakan, “Pegang bendera ini ke Imam Mahdi Muhammad bin Abdullah di gerbang Al-Quds. “Osama mengambil bendera darinya, dan melihat tentara mulai berbaris dibelakangku.”
Muhammad bin Laden (Bapak Osama) mengatakan, “Pada saat itu aku tekejut, namun karena bisnis di tempat kerja, aku lupa mengenai mimpi tersebut. Pagi hari selanjutnya, ia membangunkan ku sebelum  sholat subuh dan menceritakan mimpi yang sama. Hal yang sama terjadi di pagi hari yang ketiga. Sekarang, aku mulai khawatir dengan anakku. Akupun memutuskan untuk membawanya denganku ke seorang yang berpengetahuan (Alim) yang dapat menafsirkan mimpi-mimpi. Maka, aku membawa Osama kepada seseorang Alim dan memberikannya informasi mengenai seluruh kejadin. Ia menatap kami dengan heran dan bertanya, ‘Apakah ini anakmu yang sama yang telah bermimpi?’ akupun berkata, ‘Ya’ ia terus menatap Osama untuk beberapa saat. Kekhawatiran ku bertambah. Ia menghiburku dan mengatakan, ‘Aku akan mengajukan beberapa pertanyaan. Aku yakin anda akan menjawab semuanya dengan jujur.’ Ia bertanya pada Osama, ‘Nak, apakah kau ingat apapun mengenai bendera yang penunggang kuda berikan padamu?’ Osama menjawab, ‘Ya, aku mengingat itu.’ Ia bertanya padanya (Osama), ‘dapatkah kau menggambarkannya, bagaimana itu?’ Osama mengatakan, ‘bendera itu serupa dengan bendera Saudi Arabia, tapi tidak berwarna hijau namun hitam, dan disana terdapat sesuatu yang tertulis di dalamnya  berwarna putih.’ Ia pun mengajukan pertanyaan selanjutnya pada Osama, ‘Apakah kau pernah melihat dirimu sendiri berjuang?, Osama menjawab, ‘Aku sering melihat mimpi semacam itu.’ Kemudian ia meminta Osama untuk pergi keluar ruangan dan membaca Al-Qur’an. Kemudian orang alim itu berpaling padaku dan bertanya, ‘Dari mana keturunan anda berasal ? Aku menjawab dari Hadramawt di Yaman. Kemudian ia bertanya padaku untuk memberitahukan padanya mengenai suku ku. Aku pun menjawab bahwa kami berkaitan dengan suku  Shanwah yang mana adalah sebuah suku Qahtani dari Yaman. Kemudian ia menangis dan bertakbir dengan kencang dan memanggil Osama dan menciuminya sambil menangis. Ia pun mengatakan bahwa tanda-tanda waktunya sudah dekat. ‘Oh, Muhammad bin Laden, anakmu ini akan menyiapkan tentara untuk Imam Mahdi dan demi melindungi agamanya, ia akan berhijrah ke wilayah Khurasan.

Imam Syafi'i


“Kebaikan ada pada lima hal: kekayaan jiwa, menahan dari menyakiti orang lain, mencari rizki halal, taqwa dan tsiqqah kepada Allah. Ridha manusia adalah tujuan yang tidak mungkin dicapai, tidak ada jalan untuk selamat dari (omongan) manusia, wajib bagimu untuk konsisten dengan hal-hal yang bermanfaat bagimu”.
A.          Kelahiran dan kehidupan Imam Syafi’i

1.      Kelahiran. 
Kebanyakan ahli sejarah berpendapat bahwa Imam Syafi'i lahir di Gaza, Palestina, namun di antara pendapat ini terdapat pula yang menyatakan bahwa dia lahir di Asqalan; sebuah kota yang berjarak sekitar tiga farsakh dari Gaza. Menurut para ahli sejarah pula, Imam Syafi'i lahir pada tahun 150 H, yang mana pada tahun ini wafat pula seorang ulama besar Sunni yang bernama Imam Abu Hanifah.

2.      Nasab
Imam Syafi'i merupakan keturunan dari al-Muththalib, jadi dia termasuk ke dalam Bani Muththalib. Nasab Beliau adalah Muhammad bin Idris bin Al-Abbas bin Utsman bin Syafi’ bin As-Sa’ib bin Ubaid bin Abdi Yazid bin Hasyim bin Al-Mutthalib bin Abdulmanaf bin Qushay bin Kilab bin Murrah bin Ka’ab bin Lu’ay bin Ghalib bin Fihr bin Malik bin An-Nadhr bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudhar bin Nizar bin Ma’ad bin Adnan. Nasabnya bertemu dengan Rasulullah di Abdul-Manaf. Ibunya masih merupakan cicit Ali bin Abi Thalib r.a.
Dari nasab tersebut, Al-Mutthalib bin Abdi Manaf, kakek Muhammad bin Idris Asy-Syafi`ie, adalah saudara kandung Hasyim bin Abdi Manaf kakek Nabi Muhammad shallallahu `alaihi wa alihi wasallam .
Kemudian juga saudara kandung Abdul Mutthalib bin Hasyim, kakek Nabi Muhammad shallallahu `alaihi wa alihi wasallam , bernama Syifa’, dinikahi oleh Ubaid bin Abdi Yazid, sehingga melahirkan anak bernama As-Sa’ib, ayahnya Syafi’. Kepada Syafi’ bin As-Sa’ib radliyallahu `anhuma inilah bayi yatim tersebut dinisbahkan nasabnya sehingga terkenal dengan nama Muhammad bin Idris Asy-Syafi`ie Al-Mutthalibi. Dengan demikian nasab yatim ini sangat dekat dengan Nabi Muhammad shallallahu `alaihi wa alihi wasallam .
Bahkan karena Hasyim bin Abdi Manaf, yang kemudian melahirkan Bani Hasyim, adalah saudara kandung dengan Mutthalib bin Abdi manaf, yang melahirkan Bani Mutthalib, maka Rasulullah bersabda:

“Hanyalah kami (yakni Bani Hasyim) dengan mereka (yakni Bani Mutthalib) berasal dari satu nasab. Sambil beliau menyilang-nyilangkan jari jemari kedua tangan beliau.” (HR. Abu Nu’aim Al-Asfahani dalam Hilyah nya juz 9 hal. 65 - 66).


3. Masa Belajar
Setelah ayah Imam Syafi’i meninggal dan dua tahun kelahirannya, sang ibu membawanya ke Mekah, tanah air nenek moyang. Ia tumbuh besar di sana dalam keadaan yatim. Sejak kecil Syafi’i cepat menghafal syair, pandai bahasa Arab dan sastra sampai-sampai Al Ashma’i berkata,”Saya mentashih syair-syair bani Hudzail dari seorang pemuda dari Quraisy yang disebut Muhammad bin Idris,” Imam Syafi’i adalah imam bahasa Arab.

a.      Belajar di Makkah
Di Makkah, Imam Syafi’i berguru fiqh kepada mufti di sana, Muslim bin Khalid Az Zanji sehingga ia mengizinkannya memberi fatwah ketika masih berusia 15 tahun. Demi ia merasakan manisnya ilmu, maka dengan taufiq Allah dan hidayah-Nya, dia mulai senang mempelajari fiqih setelah menjadi tokoh dalam bahasa Arab dan sya’irnya. Remaja yatim ini belajar fiqih dari para Ulama’ fiqih yang ada di Makkah, seperti Muslim bin khalid Az-Zanji yang waktu itu berkedudukan sebagai mufti Makkah.
Kemudian beliau juga belajar dari Dawud bin Abdurrahman Al-Atthar, juga belajar dari pamannya yang bernama Muhammad bin Ali bin Syafi’, dan juga menimba ilmu dari Sufyan bin Uyainah.
Guru yang lainnya dalam fiqih ialah Abdurrahman bin Abi Bakr Al-Mulaiki, Sa’id bin Salim, Fudhail bin Al-Ayyadl dan masih banyak lagi yang lainnya. Dia pun semakin menonjol dalam bidang fiqih hanya dalam beberapa tahun saja duduk di berbagai halaqah ilmu para Ulama’ fiqih sebagaimana tersebut di atas.  

b.      Belajar di Madinah
Kemudian beliau pergi ke Madinah dan berguru fiqh kepada Imam Malik bin Anas. Ia mengaji kitab Muwattha’ kepada Imam Malik dan menghafalnya dalam 9 malam. Imam Syafi’i meriwayatkan hadis dari Sufyan bin Uyainah, Fudlail bin Iyadl dan pamannya, Muhamad bin Syafi’ dan lain-lain.
Di majelis beliau ini, si anak yatim tersebut menghapal dan memahami dengan cemerlang kitab karya Imam Malik, yaitu Al-Muwattha’ . Kecerdasannya membuat Imam Malik amat mengaguminya. Sementara itu As-Syafi`ie sendiri sangat terkesan dan sangat mengagumi Imam Malik di Al-Madinah dan Imam Sufyan bin Uyainah di Makkah.
Beliau menyatakan kekagumannya setelah menjadi Imam dengan pernyataannya yang terkenal berbunyi: “Seandainya tidak ada Malik bin Anas dan Sufyan bin Uyainah, niscaya akan hilanglah ilmu dari Hijaz.” Juga beliau menyatakan lebih lanjut kekagumannya kepada Imam Malik: “Bila datang Imam Malik di suatu majelis, maka Malik menjadi bintang di majelis itu.” Beliau juga sangat terkesan dengan kitab Al-Muwattha’ Imam Malik sehingga beliau menyatakan: “Tidak ada kitab yang lebih bermanfaat setelah Al-Qur’an, lebih dari kitab Al-Muwattha’ .” Beliau juga menyatakan: “Aku tidak membaca Al-Muwattha’ Malik, kecuali mesti bertambah pemahamanku.”
Dari berbagai pernyataan beliau di atas dapatlah diketahui bahwa guru yang paling beliau kagumi adalah Imam Malik bin Anas, kemudian Imam Sufyan bin Uyainah. Di samping itu, pemuda ini juga duduk menghafal dan memahami ilmu dari para Ulama’ yang ada di Al-Madinah, seperti Ibrahim bin Sa’ad, Isma’il bin Ja’far, Atthaf bin Khalid, Abdul Aziz Ad-Darawardi. Ia banyak pula menghafal ilmu di majelisnya Ibrahim bin Abi Yahya. Tetapi sayang, guru beliau yang disebutkan terakhir ini adalah pendusta dalam meriwayatkan hadits, memiliki pandangan yang sama dengan madzhab Qadariyah yang menolak untuk beriman kepada taqdir dan berbagai kelemahan fatal lainnya. Sehingga ketika pemuda Quraisy ini telah terkenal dengan gelar sebagai Imam Syafi`ie, khususnya di akhir hayat beliau, beliau tidak mau lagi menyebut nama Ibrahim bin Abi Yahya ini dalam berbagai periwayatan ilmu.  

c.       Belajar di Yaman
Imam Syafi’i kemudian pergi ke Yaman dan bekerja sebentar di sana. Disebutkanlah sederet Ulama’ Yaman yang didatangi oleh beliau ini seperti: Mutharrif bin Mazin, Hisyam bin Yusuf Al-Qadli dan banyak lagi yang lainnya. Dari Yaman, beliau melanjutkan tour ilmiahnya ke kota Baghdad di Iraq dan di kota ini beliau banyak mengambil ilmu dari Muhammad bin Al-Hasan, seorang ahli fiqih di negeri Iraq. Juga beliau mengambil ilmu dari Isma’il bin Ulaiyyah dan Abdul Wahhab Ats-Tsaqafi dan masih banyak lagi yang lainnya.

d.      Belajar di Baghdad, Irak
Kemudian pergi ke Baghdad (183 dan tahun 195), di sana ia menimba ilmu dari Muhammad bin Hasan. Ia memiliki tukar pikiran yang menjadikan Khalifah Ar Rasyid.  

e.       Belajar di Mesir
Imam Syafi’i bertemu dengan Ahmad bin Hanbal di Mekah tahun 187 H dan di Baghdad tahun 195 H. Dari Imam Ahmad bin Hanbal, Imam Syafi’i menimba ilmu fiqhnya, ushul madzhabnya, penjelasan nasikh dan mansukhnya. Di Baghdad, Imam Syafi’i menulis madzhab lamanya (madzhab qodim). Kemudian beliu pindah ke Mesir tahun 200 H dan menuliskan madzhab baru (madzhab jadid). Di sana beliau wafat sebagai syuhadaul ilm di akhir bulan Rajab 204 H.  

B.           Karya-karya

 1.      Ar-Risalah
Salah satu karangannya adalah “Ar Risalah” buku pertama tentang ushul fiqh dan kitab “Al Umm” yang berisi madzhab fiqhnya yang baru. Imam Syafi’i adalah seorang mujtahid mutlak, imam fiqh, hadis, dan ushul. Ia mampu memadukan fiqh ahli Irak dan fiqh ahli Hijaz. Imam Ahmad berkata tentang Imam Syafi’i,”Beliau adalah orang yang paling faqih dalam Al Quran dan As Sunnah,” “Tidak seorang pun yang pernah memegang pena dan tinta (ilmu) melainkan Allah memberinya di ‘leher’ Syafi’i,”. Thasy Kubri mengatakan di Miftahus sa’adah,”Ulama ahli fiqh, ushul, hadits, bahasa, nahwu, dan disiplin ilmu lainnya sepakat bahwa Syafi’i memiliki sifat amanah (dipercaya), ‘adaalah (kredibilitas agama dan moral), zuhud, wara’, takwa, dermawan, tingkah lakunya yang baik, derajatnya yang tinggi. Orang yang banyak menyebutkan perjalanan hidupnya saja masih kurang lengkap,”  

2.      Mazhab Syafi'i
Dasar madzhabnya: Al Quran, Sunnah, Ijma’ dan Qiyas. Beliau juga tidak mengambil Istihsan (menganggap baik suatu masalah) sebagai dasar madzhabnya, menolak maslahah mursalah, perbuatan penduduk Madinah. Imam Syafi’i mengatakan,”Barangsiapa yang melakukan istihsan maka ia telah menciptakan syariat,”. Penduduk Baghdad mengatakan,”Imam Syafi’i adalah nashirussunnah (pembela sunnah),”  

3.      Al-Hujjah
Kitab “Al Hujjah” yang merupakan madzhab lama diriwayatkan oleh empat imam Irak; Ahmad bin Hanbal, Abu Tsaur, Za’farani, Al Karabisyi dari Imam Syafi’i.  

4.      Al-Umm
Sementara kitab “Al Umm” sebagai madzhab yang baru Imam Syafi’i diriwayatkan oleh pengikutnya di Mesir; Al Muzani, Al Buwaithi, Ar Rabi’ Jizii bin Sulaiman. Imam Syafi’i mengatakan tentang madzhabnya,”Jika sebuah hadits shahih bertentangan dengan perkataanku, maka ia (hadis) adalah madzhabku, dan buanglah perkataanku di belakang tembok,”  

C.          Guru dan Murid-muridnya
  Guru-guru beliau : Al-Hafiz berkata, ”Imam Asy-Syafi’i berguru kepada muslim bin khalid Az-Zanji, Imam Malik bin Anas, Ibrahim bin Sa’ad, Sa’id bin Salim Al-Qaddah, Ad-Darawardi, Abdul Wahab Ats-Tsaqafi, dan banyak lagi yang lainnya.
Murid-murid beliau : Adalah Sulaiman bin Dawud Al-Hasyimi, Abu Bakar Abdullah bin Az-Zubair Al-Humaidi, Ibrahim bin Al-mundzir Al-Hizami, Imam Ahmad bin Hambal, dan yang lainnya..  

D.          Sakit dan Meninggalnya Beliau
  Dia menderita  penyakit yang kronis, sampai sampai darahnya mengalir ketika dia sedang   menaiki  kenderaannya.  Aliran  darah  itu  berceceran  sampai memenuhi  celana kenderaan dan telapak kakinya .

  Ar-Rabi’  bin  Sulaiman  berkata,  ”Imam  Asy-Syafi’i meninggal  pada malam  jum’at setelah maghrib. Pada waktu  itu aku berada disampingnya. Jasadnya di makamkan pada hari jum’at setelah ashar, hari terakhir di bulan rajab. Ketika kami pulang dari mengiringi jenazahnya kami melihat hilal bulan sya’ban tahun 204 Hijriyah.  

E.           Wasiat Beliau
  Sesunggunya beliau berwasiat kepada dirinya  sendiri dan orang  yang mendengar wasiatnya  ini untuk  tetap menghalalkan sesuatu yang dihalalkan Allah dalam kitab-Nya dan  dihalalkan  oleh  Nabi-Nya,  dan  mengharamkan  sesuatu  yang  diharamkan  dalam sunnah utusan-Nya. 

Janganlah  melampaui  batas-batas  ketentuan  yang  dihalkan  maupun  yang diharamkan  tersebut  dengan  hal  hal  lain.  Sesungguhnya  orang  orang  yang melampaui batas batas ketentuan tersebut berarti meninggalkan kewajiban yang ditetapkan Allah.  

F.            Sanjungan Ahmad bin Hanbal
Sewaktu di Baghdad, Imam Syafi’i selalu bersama Imam Ahmad bin Hanbal. Demikian cintanya pada Imam Syafi’i, sehingga putra-putri Imam Ahmad merasa penasaran kepada bapaknya itu. Putri Imam Ahmad memintanya untuk mengundang Imam Syafii bermalam di rumah untuk mengetahui perilaku beliau dari dekat. Imam Ahmad bin Hanbal lalu menemui Imam Syafi’i dan menyampaikan undangan itu. 
Ketika Imam Syafi’i telah berada di rumah Ahmad, putrinya lalu membawakan hidangan. Imam Syafi’i memakan banyak sekali makanan itu dengan sangat lahap. Ini membuat heran putri Imam Ahmad bin Hanbal. 
Setelah makan malam, Imam Ahmad bin Hanbal mempersilakan Imam Syafi’i untuk beristirahat di kamar yang telah disediakan. Putri Imam Ahmad melihat Imam Syafi’i langsung merebahkan tubuhnya dan tidak bangun untuk melaksanakan shalat malam. Pada waktu subuh tiba beliau langsung berangkat ke masjid tanpa berwudhu terlebih dulu. 
Sehabis shalat subuh, putri Imam Ahmad bin Hanbal langsung protes kepada ayahnya tentang perbuatan Imam Syafi’i, yang menurutnya kurang mencerminkan keilmuannya. Imam Ahmad yang menolak untuk menyalahkan Imam Syafi’i, langsung menanyakan hal itu kepada Imam Syafi’i. 
Mengenai hidangan yang dimakannya dengan sangat lahap beliau berkata: “Ahmad, memang benar aku makan banyak, dan itu ada alasannya. Aku tahu hidangan itu halal dan aku tahu kau adalah orang yang pemurah. Maka aku makan sebanyak-banyaknya. Sebab makanan yang halal itu banyak berkahnya dan makanan dari orang yang pemurah adalah obat. Sedangkan malam ini adalah malam yang paling berkah bagiku.” 
“Kenapa begitu, wahai guru?”
“Begitu aku meletakkan kepala di atas bantal seolah kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW digelar di hadapanku. Aku menelaah dan telah menyelesaikan 100 masalah yang bermanfaat bagi orang islam. Karena itu aku tak sempat shalat malam.” 
Imam Ahmad bin Hanbal berkata pada putrinya: “inilah yang dilakukan guruku pada malam ini. Sungguh, berbaringnya beliau lebih utama dari semua yang aku kerjakan pada waktu tidak tidur.” 
Imam Syafi’i melanjutkan: “Aku shalat subuh tanpa wudhu sebab aku masih suci. Aku tidak memejamkan mata sedikit pun .wudhuku masih terjaga sejak isya, sehingga aku bisa shalat subuh tanpa berwudhu lagi.” 
Dilain kesempatan Imam Ahmad bin Hanbal pernah berkata: “aku tidak pernah shalat sejak 40 tahun silam kecuali dalam shalatku itu aku berdoa untuk Imam Syafi’i.” 
Abdullah, putranya lantas bertanya: “wahai ayahku, seperti apa sih Syafi’i, sehingga ayah selalu erdoa untuknya?”
Imam Ahmad bin Hanbal menjawab: “wahai anakku, Imam Syafi’i bagaikan matahari bagi dunia dan seperti kesehatan bagi tubuh. Lihatlah anakku, betapa pentingnya dua hal itu.”
Abdul Malik bin Abdul Hamid al-Maimuni berkata: “Aku berada di sisi Ahmad bin Hanbal dan beliau selalu menyebut Imam Syafi’i. Aku selalu melihat beliau mengagungkan Imam Syafi’i.”  

G.          HIKMAH

1.         Ibadah, Kewara’an dan Kezuhudannya
  Bahr bin Nashr berkata, ”di masa Imam Asy-Syafi’i, aku belum pernah melihat dan
mendengar ada orang yang bertaqwa dan wira’i melebi Imam Asy-Syafi’i. Begitu juga aku belum pernah mendengarkan ada orang yang melantunkan Al-Qur’an dengan suara yang  lebih bagus darinya.”
Al-Husain  Al  Karabisi  berkata,  ”Aku  bermalam  bersama  Asy  Syafi’i  selama delapan puluh malam,  dia  selalu  sholat  sekitar  sepertiga malam. Dalam  sholatnya,  aku  juga tidak pernah melihatnya membaca Al-Qur’an kurang dari delapan puluh ayat, kalau pun lebih tidak lebih dari seratus ayat, ketika membaca ayat yang berisi rahmat, maka ia selalu  berdoa  untuk  dirinya  dan  orang mukmin  semuanya.  Dan  ketika membaca  ayat yang berisi adzab, maka  ia selalu memohon perlindungan dari Allah untuk dirinya dan orang mukmin semuanya. Kalau aku perhatikan, maka seolah olah rasa takut dan penuh harap berkumpul dan bersatu menjadi satu dalam dirinya.

2.         Kedermawanan
  Ibnu Abdil Hakam mengatakan bahwa  Imam Asy-Syafi’i adalah orang yang paling dermawan  terhadap  sesuatu  yang  ia miliki.  Ketika  ia  lewat  di  tempat  kami  dan  tidak melihat diriku maka ia meninggalkan pesan agar aku datang kerumahnya. Oleh karena itu aku sering makan siang dirumahnya. 
Ketika  aku  duduk  bersamanya  untuk  makan  siang,  maka  ia  menyuruh  budak perempuannya agar memasak makanan untuk kami. Lalu ia tetap setia menunggu di meja makan  hingga  kami  selesai  dari  makan.Dari  Ar-Rabi’  bin  sulaiman,  ia  berkata  ”ketika Imam  Asy-Syafi’i  sedang  meniki  keledai  melewati  pasar,  maka  tanpa  sadar  cemeti ditangannya  jatuh  mengenai  salah  seorang  tukang  sepatu,  sehingga  ia  pun  turun mengambil cemeti dan mengusap orang tersebut. Kemudian Imam Asy-Syafi’i  berkata Ar-Rabi’,  ”berikan  uang  Dinar  yang  ada  padamu  kepadanya,”  Ar-Rabi’  berkat  ”Aku  tidak tahu, enam atau sembilan dinar yang aku berikan kepada tukang sepatu tersebut.

3.         Keteguhan Mengikuti Sunnah dan Celaannya Terhadap Ahli Bid’ah
  Dari  Abu  Ja’far  At-Tirmidzi,  ia  mengatakan,  ”ketika  aku  ingin  menulis  kitab tentang pemikiran,tiba  tiba dalam  tidur  aku bermimpi bertemu dengan Rasulullah. Aku bertanya kepada beliau, ya Rasulullah,  apakah  aku perlu menulis pemikiran  Imam Asy-Syafi’i  ?  Maka  beliau  bersabda,  ”sesungguhnya  itu  bukan  pemikiran,  Akan  tetapi,  itu adalah bantahan terhadap orang orang yang menentang sunnah-sunnahku.
Ketika Seseorang bertanya, ”Wahai Abu Abdillah, apakah kami boleh mengamalkan Hadist  dari  Rasulullah  itu  shahih  dan  aku  tidak menggunakannya, maka  aku  bersaksi kepada kalian bahwa akalku telah hilang.  

4.         Kepandaiannya Berkarya dan karya-karyanya membawa manfaat
  Imam Asy-Syafi’i adalah orang pertama kali yang berkarya dalam bidang Ushul Al-Fiqh  dan Ahkam Al-Qur’an.  Para  ulama  dan  cendekia  terkemuka  pada mengkaji  karya-karya Imam Asy-Syafi’i dan mengambil manfaat darinya.
Imam Asy-Syafi’i telah menulis kitab Ar-Risalah. Padahal pada saat  itu  Imam Asy-Syafi’i masih sangat muda. Dan masih banyak lagi karya-karyanya yang lain.

Dan beliau juga pandai dalam bersyair dan berkata mutiara, seperti:
-Ilmu bukanlah sesuatu yang dihafal,tetapi ilmu adalah sesuatu yang ada manfaatnya.
-Barangsiapa  membenarkan  ajaran  Allah,  maka  ia  akan  selamat.  Barangsiapa memperhatikan agamanya, maka ia akan selamat dari kehinaan.barangsiapa zuhud di dunia,  maka  hatinya  akan  ditenangkan  Allah  dengan  memperlihatkan  padanya balasan yang baik

  Dalam kesempatan  lain  Imam Asy-Syafi’i mengatakan,  ”Apabila hadist  itu adalah shahih maka ketahuilah bahwa sesungguhnya itu adalah mazhabku . Syafi’i, pernah berkata,”Seorang hamba melakukan semua jenis dosa selain syirik kepada  Allah  itu  masih  lebih  baik  daripada  hamba  yang  bemain-main  dengan  hawa nafsunya


 Demikian  yang  dapat  kami  paparkan  sedikit  tentang  Biografi  Imam  Asy-Syafi’i. Setelah mengetahuinya,  hati  ini  terasa  rindu  ingin  bersamanya menikmati  pemikirannya yang sempurna, pancaran kepadaiannya dan berkah kata-katanya.

Wallahu a’lam bishowab.

Jabir Ibnu Hayyan


Jabir

Jabir Ibnu Hayyan (750-803 M), yang lebih akrab dipanggil Si Geber dari Abad Pertengahan" juga dikenali sebagai "Bapak Ilmu Kimia Dunia”. Beliau yang nama penuhnya Abu Musa Jabir Ibnu Hayyan, telah berhasil menempatkan dirinya sebagai ilmuwan terkemuka sejak dia belajar kimia di Kufah (sekarang Iraq) di sekitar tahun 776 M yang silam. Beliau pernah berguru pada Barmaki Vizier pada zaman Khalifah Abbasiyah pimpinan Harun Ar-Rasyid.
Sumbangan terbesar beliau ialah dalam bidang ilmu kimia. Beliau cukup terkenal karena hasil penulisan yang melebihi  seratus risalah yang telah diabadikan sehingga kini. Terdapat sebanyak 22 risalah yang antaranya berkaitan dengan ilmu kimia. Beliaulah yang memperkenalkan model penelitian dengan cara eksperimen didunia ilmu kimia.
Jabir banyak mengabdikan dirinya dengan melakukan eksperimen dan pengembangan kaedah untuk mencapai kemajuan dalam bidang penyelidikan. Beliau mencurahkan daya upayanya pada proses pengembangan kaedah asas ilmu kimia dan kajian terhadap berbagai mekanisme.
Pencapaian praktis utama yang disumbangkan oleh beliau ialah penemuan bahan mineral dan asid, yang telah dipersiapkan pertama kali dalam penelitian tentang alembik (Anbique). Rekaannya terhadap alembik membuat proses penyulingan menjadi lebih mudah dan sistematik.
Antara beberapa penemuannya yang lain dalam bidang kimia, salah satunya ialah dalam penyediaan asid nitrik, hidroklorik, sitrik, dan tartarik. Penekanan Jabir dalam bidang eksperimen sistematik ini diketahui umum tidak ada duanya didunia.
Oleh sebab itulah, mengapa Jabir diberi kehormatan sebagai "Bapak Ilmu Kimia Modern" oleh rekan sejawatnya diseluruh dunia. Bahkan dalam tulisan Max Mayerhaff, disebutkan bahwa jika ingin mencari seluk-beluk perkembangan ilmu kimia di Eropa maka boleh dicari langsung pada karya-karya Jabir Ibnu Hayyan.
Tegasnya,  Jabir merupakan seorang pelopor dalam beberapa bidang pengembangan ilmu kimia terapan. Sumbangan beliau termasuk juga dalam pembangunan keluli, penyediaan bahan-bahan logam, bahan antikarat, tinta emas, penggunaan biji mangan dioksida untuk pembuatan kaca dan bahan pengering pakaian.
Sumbangan beliau juga dalam menyediakan pelapisan bahan anti air pada pakaian, serta campuran bahan cat. Selain itu, beliau juga mengembangkan teknik peleburan emas dengan menggunakan bahan aqua regia.
Ide eksperimen Jabir itu sekarang telah menjadi dasar untuk mengklasifikasikan unsur-unsur kimia, terutamanya pada bahan logam, bukan logam, dan penguraian bahan kimia. Beliau telah merumuskan tiga bentuk berbeda dari bahan kimia berdasarkan unsur-unsurnya:
  1. Cecair (spirit)
  2. Logam, seperti:  emas,  perak,  timah,  tembaga, dan besi.
  3. Bahan campuran, yang boleh ditukar menjadi serbuk.
Pada abad pertengahan, risalah-risalah Jabir dalam bidang ilmu kimia termasuk kitabnya yang masyhur, Kitab Al-Kimya dan Kitab Al-Sab'een, telah diterjemahkan ke bahasa Latin. Bahkan terjemahan Kitab Al-Kimya telah diterbitkan oleh orang Inggeris yang bernama Robert Chester pada tahun 1444, dengan judul The Book of the Composition of Alchemy.
Buku kedua, Kitab Al-Sab'een diterjemahkan juga oleh Gerard dari Cremona. Berthelot pula menerjemahkan  beberapa  buku beliau, yang antaranya Book of Kingdom, Book of the Balances, dan Book of Eastern Mercury.
Berikutnya pada tahun 1678, seorang berbangsa Inggris, yaitu Richard Russel menerjemahkan karya Jabir yang lain dengan judul Sum of Perfection. Berbeda dengan pengarang sebelumnya, Richardlah yang pertama kali menyebut Jabir dengan sebutan Geber. Dialah yang memuji Jabir sebagai seorang pendeta Arab dan juga ahli falsafah.
Buku ini kemudiannya menjadi sangat popular di Eropa selama beberapa abad lamanya dan telah memberi pengaruh yang cukup besar kepada evolusi ilmu kimia modern. Istilah alkali, pertama kali ditemukan oleh Jabir.

Al-Khawarizmi




Tokoh yang bernama lengkap Abu Ja’far Muhammad bin Musa Al-Khawarizmi (780-846 M) ini merupakan intelektual muslim yang banyak menyumbangkan karyanya di bidang matematika, geografi, musik, dan sejarah. Dari namanyalah istilah algoritma diambil.
Lahir di Khawarizmi, Uzbeikistan, pada tahun 780 M. Kepandaian dan kecerdasannya mengantarkannya masuk ke lingkungan Dar al-Hukama (Rumah Kebijaksanaan), sebuah lembaga penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan yang didirikan oleh Ma’mun Ar-Rasyid, seorang khalifah Abbasiyah yang terkenal.
Sumbangan Al-Khawarizmi dalam ilmu ukur sudut juga luar biasa. Tabel ilmu ukur sudutnya yang berhubungan dengan fungsi sinus dan garis singgung tangen telah membantu para ahli Eropa memahami lebih jauh tentang ilmu ini.
Selain matematika, Al-Khawarizmi juga dikenal sebagai astronom. Di bawah Khalifah Ma’mun, sebuah tim astronom yang dipimpinnya berhasil menentukan ukuran dan bentuk bundaran bumi. Penelitian ini dilakukan di Sanjar dan Palmyra. Hasilnya hanya selisih 2,877 kaki dari ukuran garis tengah bumi yang sebenarnya. Sebuah perhitungan luar biasa yang dapat dilakukan pada saat itu. Al-Khawarizmi juga menyusun buku tentang penghitungan waktu berdasarkan bayang-bayang matahari.
Al-Khawarizmi juga seorang ahli geografi. Bukunya, Surat al-Ardl (Bentuk Rupa Bumi), menjadi dasar geografi Arab. Karya tersebut masih tersimpan di Strassberg, Jerman.
Selain ahli di bidang matematika, astronomi, dan geografi, Al-Khawarizmi juga seorang ahli seni musik. Dalam salah satu buku matematikanya, Al-Khawarizmi menuliskan pula teori seni musik. Pengaruh buku ini sampai Eropa dan dianggap sebagai perkenalan musik Arab ke dunia Latin. Dengan meninggalkan karya-karya besarnya sebagai ilmuwan terkemuka dan terbesar pada zamannya, Al-Khawarizmi meninggal pada tahun 846 M di Bagdad.

Al-Kindi

Nama lengkap Abu Yusuf Yakub Ibnu Ishak Al-Sabbah Ibnu Imran Ibnu Al-Asha’ath Ibnu Kays Al-Kindi. Belilau biasa disebut Yakub. Lahir pada tahun 185H/805M di Kufah. Al-Kindi berasal dari suku Arab yang terpandang dan memainkan peran utama dalam dunia pemikiran Islam.
Al-Kindi memulai pelajarannya di Kufah, kemudian di Basrah, dan Baqhdad, Ibnu Al-Nadim seorang pustakawan yang terpercaya menyebutkan adanya 242 buah karya Al-Kindi dalam bidang logika, metafisika, aritmatika, falak, musik, astrologi, geometri, kedokteran, politik dan sebagainya.
Tentang filsafat Al-Kindi memandang bahwa filsafat haruslah diterima sebagai bagian dari peradaban Islam. Ia berupaya menunjukkan bahwa filsafat dan agama merupakan dua barang yang bisa serasi, ia menegaskan pentingnya kedudukan filsafat dengan menyatakan bahwa aktifitas filsafat yang definisinya adalah mengetahui hakikat sesuatu sejauh mana kemampuan manusia dan tugas filosof adalah mendapatkan kebenaran.
Tentang alam, Al-Kindi mengatakan bahwa alam inI adalah illat-Nya. Alam itu tidak mempunyai asal, kemudian menjadi ada karena diciptakan Tuhan. Al-Kindi juga menegaskan mengenai hakikat Tuhan, Tuhan adalah wujud yang hak (benar) yang bukan asalnya tidak ada menjadi ada, ia selalu mustahil tidak ada, jadi Tuhan adalah wujud yang sempurna yang tidak didahului oleh wujud yang lain.

Al-Razi




Al-Razi merupakan seorang tokoh falsafah Islam yang banyak menimbulkan kontroversi dalam bidang ilmu falsafah. Sikap dan pemikirannya dikatakan cenderung kepada pemikiran dan teori ahli falsafah Yunani kuno seperti Plato. Oleh sebab itu, banyak kalangan ahli falsafah muslim yang mengecamnya, mereka tidak setuju dengan sebagian pendapatnya yang proplatonisme.
Walau bagaimanapun, Al-Razi tetap diletakkan sebagai ahli falsafah muslim yang terkemuka hingga sekarang. Sumbangannya yang besar dalam bidang kesehatan dan kimia sangat berharga kepada generasi sesudahnya. Manakala dalam bidang falsafah, Al-Razi memberi sumbangan besar dalam menguraikan falsafah,  logika, metafisika, moral, dan kenabian dengan cara rasional dan harmoni. Oleh sebab itulah Al-Razi terkenal sebagai seorang ahli falsafah yang rasional dan murni.
Al-Razi atau nama lengkapnya Abu Bakar Muhammad bin Zakaria Al-Razi, lahir pada tahun 236H/850M. Sebagian pendapat mengatakan, beliau lahir pada 1 Sya'ban 251H bersamaan 865M. Beliau anak kelahiran bumi Iran yaitu di Ray dekat Tehran merupakan seorang tokoh falsafah yang masyhur pada tahun ke-3H.
Beliau pada masa mudanya menjadi pemain gambus sambil menyanyi, kemudian dia meninggalkan pekerjaan itu dan mempelajari bidang kedokteran dan falsafah. Beliau belajar ilmu kedokteran dengan Ali ibnu Rabban Al-Thabari 192 - 240H/808-855M dan belajar ilmu falsafah dengan Al-Balkhi. Dalam waktu yang sama beliau juga belajar matematika, astronomi, sastra, dan kimia.
Pada waktu Mansur ibnu Ishaq ibnu Ahmad ibnu Asad menjadi Gabenur Ray, Al-Razi diberi kepercayaan memimpin rumah sakit selama enam tahun (290-296H/ 902 - 908M). Pada masa ini juga Al-Razi menulis buku Al-Thibb Al-Mansuri yang dipersembahkan kepada Mansur ibnu Ishaq ibnu Ahmad. Kemudian Al-Razi berpindah ke Baghdad atas permintaan Khalifah Al-Muktafi 289-295H/901-908M, yang berkuasa pada waktu itu.
Beliau dikenal sebagai seorang yang pemurah, sayang kepada pasien-pasiennya, dan dermawan kepada orang-orang. Al-Razi terkenal sebagai seorang dokter yang paling agung dalam kalangan dokter Muslim dan juga seorang penulis yang produktif.
Kemasyhuran Al-Razi sebagai dokter bukan saja di dunia timur, tetapi juga di Barat, sehingga beliau telah digelar The Arabic Galen. Setelah Khalifah Al-Muktafi wafat, Al-Razi kembali ke Ray, dan meninggal dunia pada 5 Sya’ban 313H/Oktober 925M.
Para sarjana berpendapat bahwa Al-Razi mengalami sakit mata dan kemudian buta pada penghujung hidupnya. Al-Razi menderita penyakit mata akibat ketekunannya menulis dan membaca yang terlalu banyak.
Dalam dunia keilmuwan, tradisi pro dan kontra tidak pernah luput sejak zaman dahulu bahkan hingga sekarang. Begitu juga pada zaman Al-Razi, beliau tidak terlepas dari tentangan oleh para ilmuwan yang sezaman dengannya.
Penentang al-Razi yang dapat dikenal pasti oleh para sarjana dan ilmuwan Islam ialah Abu Qasim Al-Balkhi. Beliau banyak menulis penolakan terhadap buku-buku Al-Razi, terutama buku Ilm Al-Ilahi. Begitu juga dengan Syuhaid ibnu Al-Husain Al-Balkhi, beliau mempunyai banyak perbedaan dengan Al-Razi.
Al-Razi merupakan tokoh yang produktif dalam lapangan penulisan. Hal ini terbukti dengan banyak hasil karya beliau ditemui termasuk yang telah hilang. Tidak kurang daripada 200 buah karangan termasuk buku, makalah, dan surat-surat telah dihasilkan oleh Al-Razi yang dicatat para pengaji. Karya-karya beliau banyak membahas persoalan falsafah, kedokteran, sains, Alquran, ilmu kalam, bahasa Arab, fiqi, geometri, dan sejarah.
Kemasyhuran Al-Razi bukan saja menjadi kebanggaan dunia Islam malah ketokohan dan kepakaran beliau turut diakui oleh dunia Barat. Hal ini terbukti dengan banyak karya-karya beliau telah menjadi rujukan dan panduan dunia Barat terutamanya dalam bidang kedokteran. Hingga kini karya-karya Al-Razi masih digunakan.
Kitab Al-Hawi (Liber Contines) merupakan sebuah ensiklopedia tentang kedokteran yang dihasilkan olehnya menjadi rujukan dunia Eropa. Minat yang mendalam dunia Eropa kepada karya agung yang seberat 10kg ini terbukti dengan penerbitannya beberapa kali sejak abad ke-12M sampai   abad ke-17M.
Penemuan Al-Razi tentang  sakit campak dan campak biasa turut menjadi bahan rujukan di dunia Barat bahkan turut diulangi penerbitannya beberapa kali hingga abad ke-18M. Kedua karya ini juga merupakan sumber kurikulum tradisional di kalangan para ahli kesehatan Islam.
Kitab Al-Mansur (Liber medicinalis ad al Mansorem) juga karya agung Al-Razi dalam dunia kedokteran. Al-Razi telah menghasilkan buku ini ketika beliau di Khurasan di bawah pemerintahan Gabenur Al-Mansur Ibnu Ishaq. Dalam buku ini terkandung 10 penemuan. Buku ini dianggap satu karya beliau yang tulen dan mencerminkan kematangan dan kepakaran beliau dalam dunia kedokteran  modern.Dalam buku ini juga beliau menekankan betapa pentingnya cara pemeriksaan yang teliti sebelum membuat sesuatu simpulan tentang sesuatu penyakit. Satu falsafah yang terpenting dalam karya Al-Razi ini ialah kebenaran dalam ilmu kedokteran merupakan suatu yang sangat susah  diperoleh meskipun banyak tersedia rujukan namun tetap dinilai kurang apabila seorang dokter senantiasa tidak menggunakan pemikiran dan logikanya.
Al-Razi menentang keras penipuan dalam dunia kedokteran. Baginya penyakit jasmani tidak boleh dipisahkan dengan penyakit rohani.
Al-Razi turut memberi sumbangan yang besar dalam bidang kimia dengan terhasilnya Kitab Al-Asrar (The Book of Secrets). Buku ini telah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin dan merupakan sumber utama maklumat bahan kimia hingga abad ke-14M. Antara lain keberhasilan Al-Razi dalam dunia kedokteran ialah penemuan cara menyembuhkan penyakit cacar dan pengasingan alkohol dalam penghasilan antiseptik.
Sumbangan Al-Razi dalam bidang falsafah tidak kurang hebatnya, dengan terhasilnya banyak karya tentang falsafah sudah cukup untuk membuktikan minat yang mendalam Al-Razi dalam bidang falsafah. Karya beliau dalam bidang falsafah yang berjudul Al'Thib Al-Ruhani merupakan karya teragung beliau dalam bidang falsafah. Karya ini berkisar tentang cara pengobatan penyakit jiwa dan pengobatan fisik yang menyembuhkan badan.
Brockelman seorang pengkaji biografi orientalis pula membahagi penulisan tokoh ini kepada 13 bidang dengan hanya mendapat 38 buah karya saja.

Abbas Ibnu Firnas




Pada abad ke-8, seorang Muslim Spanyol, Abbas Ibnu Firnas, telah menemukan, membangun, dan menguji konsep pesawat terbang. Konsep pesawat terbang Ibnu Firnas inilah yang kemudian dipelajari Roger Bacon lepas 500 tahun setelah Ibnu Firnas meletakkan teori-teori dasar pesawat terbang.
Sekitar 200 tahun setelah Bacon atau 700 tahun pasca uji coba Ibnu Firnas, barulah konsep dan teori pesawat terbang dikembangkan. Pada tahun 875, Ibnu Firnas membuat sebuah prototipe atau model pesawat terbang dengan meletakkan bulu pada sebuah bingkai kayu. Inilah catatan dokumentasi pertama yang sangat kuno tentang pesawat terbang layang.
Salah satu dari dua versi catatan konstruksi pesawat terbang Ibnu Firnas menyebutkan, setelah menyelesaikan model pesawat terbang yang dibuatnya, Ibnu Firnas mengundang masyarakat Cordoba untuk datang dan menyaksikan hasil karyanya itu.
Warga Cordoba saat itu menyaksikan dari dekat menara tempat Ibnu Firnas akan memperagakan temuannya. Namun karena cara meluncur yang kurang baik, Ibnu Firnas terhempas ke tanah bersama pesawat layang buatannya. Dia pun mengalami cedera punggung yang sangat parah. Cederanya inilah yang memaksa Ibnu Firnas tak berdaya untuk melakukan uji coba berikutnya.
Versi kedua catatan ini menyebutkan, Ibnu Firnas lalai memperhatikan bagaimana burung menggunakan ekor mereka untuk mendarat. Dia pun lupa untuk menambahkan ekor pada model pesawat layang buatannya. Kelalaiannya inilah yang mengakibatkan dia gagal mendaratkan pesawat ciptaannya dengan sempurna.
Cedera punggung yang tak kunjung sembuh mengantarkan Ibnu Firnas pada proyek-proyek penelitian di dalam ruangan (laboratorium). Dia pun meneliti gejala alam dan mempelajari mekanisme terjadinya halilintar dan kilat. Ibnu Firnas berhasil mengembangkan formula untuk membuat gelas dan kristal.
Sayang, tak lama setelah itu, tepatnya pada tahun 888, Ibnu Firnas wafat dalam keadaan berjuang menyembuhkan cedera punggung yang diderita akibat kegagalan melakukan uji coba pesawat layang buatannya.
Sekilas tentang Ibnu firnas Abbas Ibnu Firnas atau Abbas Qasim Ibnu Firnas (dikenal dengan nama Latin Armen Firman) dilahirkan di Ronda, Spanyol pada tahun 810 M. Dia dikenal sebagai orang Barbar yang ahli dalam bidang kimia dan memiliki karakter yang humanis, kreatif, dan kerap menciptakan barang- barang berteknologi baru saat itu.
Pria yang suka bermain musik dan puisi ini hidup pada saat pemerintahan Khalifah Umayyah di Spanyol (dulu bernama Andalusia). Masa kehidupan Ibnu Firnas berbarengan dengan masa kehidupan musikus Irak, Ziryab.
Pada tahun 852, di bawah pemerintahan khalifah baru, Abdul Rahman II, Ibnu Firnas membuat pengumuman yang menghebohkan warga Cordoba saat itu. Dia ingin melakukan uji coba terbang dari menara Masjid Mezquita dengan menggunakan sayap atau jubah tanpa lengan yang dipasangkan di tubuhnya.
Dia berhasil mendarat walaupun dengan cedera ringan. Alat yang digunakan Ibnu Firnas inilah yang kemudian dikenal dengan parasut pertama di dunia. Menara Masjid Mezquita di Cordoba menjadi saksi bisu perwujudan konsep pertama pesawat terbang yang lahir dari pemikiran seorang Muslim.
Keberhasilannya itu tidak lantas membuat Ibnu Firnas berdiam diri. Dia kembali melakukan serangkaian penelitian dan pengembangan konsep serta teori dari gejala-gejala alam yang diperhatikannya.
Karya-karya baru pun bermunculan dari buah pemikiran Ibnu Firnas. mulai dari puisi, kimia, sampai astronomi, semuanya dipelajarinya dengan satu tujuan, yaitu mampu memberikan manfaat bagi umat manusia.
Di antara hasil karyanya yang monumental adalah konsep tentang terjadinya halilintar dan kilat, jam air, serta cara membuat gelas dari garam. Ibnu Firnas juga membuat rantai rangkaian yang menunjukkan pergerakan benda-benda planet dan bintang. Selain itu, Ibnu Firnas pun menunjukkan cara bagaimana memotong batu kristal yang saat itu hanya bisa dilakukan oleh orang-orang Mesir.

Al-Farabi




Tulisan ahli falsafah Yunani seperti Plato dan Aristoteles mempunyai pengaruh yang besar terhadap pemikiran ahli falsafah Islam. Salah seorang ahli falsafah Islam yang terpengaruh dengan pemikiran kedua tokoh tersebut ialah Al-Farabi.
Nama sebenarnya Abu Nasr Muhammad Ibnu Muhammad Ibnu Tarkhan Ibnu Uzlaq Al-Farabi. Beliau lahir pada tahun 874M/260H di Transoxia yang terletak dalam Wilayah Wasij di Turki. Ayahnya merupakan seorang anggota pejuang yang miskin tetapi semua itu tidak menghalanginya dari mendapat pendidikan di Baghdad. Beliau telah mempelajari bahasa Arab di bawah pimpinan Ali Abu Bakar Muhammad ibnu Al-Sariy.
Setelah beberapa waktu, beliau berpindah ke Damsyik sebelum meneruskan perjalanannya ke Halab. Di sana, beliau telah berkhidmat di istana Saif Al-Daulah dengan gaji empat dirham sehari. Hal ini menyebabkan dia hidup dalam keadaan yang serba kekurangan.
Al-Farabi yang terdidik dengan sifat qanaah menjadikan beliau seorang yang sangat sederhana, tidak gila harta dan cinta dunia. Beliau lebih menumpukan perhatian untuk mencari ilmu daripada mendapatkan kekayaan duniawi. Sebab itulah Al-Farabi hidup dalam keadaan yang miskin sehingga beliau menghembuskan nafas yang terakhir pada tahun 950M (339H).
Walaupun Al-Farabi merupakan seorang yang zuhud tetapi beliau bukan seorang ahli sufi. Beliau merupakan seorang ilmuwan yang cukup terkenal pada zamannya. Dia bisa menguasai berbagai bahasa.
Selain itu, dia juga merupakan seorang pemusik yang handal. Lagu yang dihasilkan meninggalkan kesan secara langsung kepada pendengarnya. Selain mempunyai kemampuan untuk bermain musik, beliau juga telah menciptakan satu jenis alat musik yang diberi nama gambus.
Kemampuan Al-Farabi bukan sekadar itu, malah beliau juga memiliki ilmu pengetahuan yang mendalam dalam bidang kedokteran, sains, matematika, dan sejarah. Namun, keterampilannya sebagai seorang ilmuwan yang terulung lebih dalam di bidang falsafah. Bahkan kehebatannya dalam bidang ini mengatasi ahli falsafah Islam yang lain seperti Al-Kindi dan Ibnu Rusyd.
Dalam membicarakan teori politiknya, beliau berpendapat bahwa akal dan wahyu adalah satu hakikat yang padu. Usaha untuk memisahkan kedua hal tersebut akan melahirkan sebuah negara yang pincang serta masyarakat yang kacau-bilau. Oleh karena itu, akal dan wahyu perlu dijadikan sebagai dasar kepada pembinaan sebuah negara yang kuat, stabil, dan makmur.
Al-Farabi banyak mengaji mengenai falsafah dan teori Socrates, Plato, dan Aristoteles. Maka tidak heran, Al-Farabi dikenali sebagai orang yang paling memahami falsafah Aristoteles. Dia juga merupakan seorang pertama yang menulis mengenai ilmu logika Yunani secara teratur dalam bahasa Arab.
Meskipun pemikiran falsafahnya banyak dipengaruhi oleh falsafah Yunani tetapi beliau menentang pendapat Plato yang menganjurkan konsep pemisahan dalam kehidupan manusia. Menurut Al-Farabi, seorang ahli falsafah tidak seharusnya memisahkan dirinya dari sains dan politlk. Sebaliknya perlu menguasai kedua untuk menjadi seorang ahli falsafah yang sempurna. Karena keduanya merupakan komponen yang saling lengkap melengkapi.
Pandangan falsafahnya yang kritikal telah meletakkannya setingkat dengan ahli falsafah Yunani yang lain. Dalam kalangan ahli falsafah Islam, beliau juga dikenali sebagai Aristoteles kedua. Bagi Al-Farabi, ilmu adalah segalanya dan para ilmuwan harus diletakkan pada kedudukan yang tertinggi dalam pemerintahan sebuah negara.
Pandangan Al-Farabi ini sebenarnya mempunyai persamaan dengan falsafah dan ajaran Confucius yang meletakkan golongan ilmuwan pada tingkat yang tertinggi di dalam sistem sosial sebuah negara.
Pemikiran dan pandangan Al-Farabi mengenai falsafah politik terkandung dalam karyanya yang berjudul  Madinah Al-Fadhilah . Perbicaraan mengenai ilmu falsafah zaman Yunani dan falsafah Plato serta Aristoteles telah disentuhnya dalam karya  Ihsa  Al-Ulum dan Kitab Al-Jam.
Terdapat dua buku tidak dapat disiapkan oleh Al-Farabi di zamannya. Buku-buku itu ialah Kunci Ilmu  yang disiapkan oleh  muridnya yang bernama Muhammad Al Khawarismi pada tahun 976M dan Fihrist Al-Ulum  yang diselesaikan oleh Ibnu Al-Nadim pada tahun 988M.
Al-Farabi juga telah menghasilkan sebuah buku yang mengandung pengajaran dan teori musik Islam, yang diberikan judul Al-Musiqa dan dianggap sebagai sebuah buku yang terpenting dalam bidang musik.
Sebagai seeorang ilmuwan yang tulen, Al-Farabi turut memperlihatkan kecenderungannya menghasilkan beberapa kajian dalam bidang kedokteran. Walaupun kajiannya dalam bidang ini tidak menjadikannya masyhur tetapi pandangannya telah memberikan sumbangan yang cukup bermakna terhadap perkembangan ilmu kedokteran pada zamannya.
Salah satu pandangannya yang menarik ialah mengenai  jantung adalah lebih penting dibanding otak dalam kehidupan manusia. Ini disebabkan jantung memberikan kehangatan kepada tubuh sedangkan otak hanya menyelaraskan kehangatan itu menurut keperluan anggota tubuh badan.
Sesungguhnya Al-Farabi merupakan seorang tokoh falsafah yang serba bisa. Banyak dari pemikirannya masih relevan dengan perkembangan dan kehidupan manusia sekarang. Sementara itu, pemikirannya mengenai politik dan negara banyak dikaji serta dibicarakan di tingkat universitas.

Ibnu Haitham

Islam sering kali diberikan gambaran sebagai agama yang  mundur lagi memundurkan. Islam juga dikatakan tidak menggalakkan umatnya menuntut dan menguasai berbagai  ilmu. Kenyataan dan gambaran yang diberikan itu bukan saja tidak benar tetapi bertentangan dengan hakikat sejarah yang sebenarnya. Sejarah telah membuktikan betapa dunia Islam telah melahirkan berbagai golongan sarjana dan ilmuwan yang cukup hebat dalam bidang falsafah, sains, politik, kesusastraan, kemasyarakatan, agama, dan sebagainya.
Salah satu ciri yang dapat diperhatikan pada para tokoh ilmuwan Islam ialah mereka tidak sekadar dapat menguasai ilmu tersebut pada usia yang muda, malah dalam waktu yang singkat  mereka dapat menguasai beberapa bidang ilmu secara serentak. Walaupun tokoh-tokoh itu lebih dikenali dalam bidang sains tetapi mereka juga memiliki kemahiran yang tinggi dalam bidang agama, falsafah, dan lain sebagainya. Salah seorang dari mereka ialah Ibnu Haitham atau nama sebenarnya Abu All Muhammad Al-Hassan ibnu Al-Haitham. Dalam kalangan cerdik pandai di Barat, beliau dikenali dengan nama Alhazen. Ibnu Haitham dilahirkan di Basrah pada tahun 354 H/965 M.
Beliau mengawali pendidikannya di Basrah sebelum dilantik menjadi pegawai pemerintah di bandar kelahirannya. Setelah beberapa lama berkhidmat dengan pihak pemerintah di sana, beliau mengambil keputusan merantau ke Ahwaz dan Baghdad. Di perantauan beliau telah melanjutkan pengajian dan menumpukan perhatian pada penulisan. Kecintaannya kepada ilmu telah membawanya berhijrah ke Mesir.
Beliau mengambil kesempatan ketika berada di Mesir untuk melakukan beberapa kerja penyelidikan mengenai aliran dan saluran Sungai Nil serta menyalin buku-buku mengenai matematika dan ilmu falak. Hal itu menjadikan  beliau seorang yang amat mahir dalam bidang sains, ilmu falak, matematika, geometri, dan falsafah.
Tulisannya mengenai mata, telah menjadi salah satu rujukan yang penting dalam bidang pengajian sains di Barat. Bahkan kajiannya mengenai mata telah menjadi rujukan kepada pengajian modern mengenai mata.
Ibnu Haitham merupakan ilmuwan yang gemar melakukan penyelidikan. Penyelidikannya mengenai cahaya telah memberikan ilham kepada ilmuwan Barat seperti Boger, Bacon, dan Kepler untuk menciptakan  mikroskop serta teleskop.
 Beliau merupakan orang pertama yang menulis dan menemukan berbagai  data penting mengenai cahaya. Beberapa buah buku mengenai cahaya yang ditulisnya telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, antaranya ialah Light dan On Twilight Phenomena. Kajiannya banyak membahas mengenai senja dan lingkaran cahaya di sekitar bulan dan matahari serta bayang-bayang dan gerhana.
Menurut Ibnu Haitham, cahaya fajar bermula apabila matahari berada di garis sembilan belas derajat di ufuk timur. Warna merah pada senja pula akan hilang apabila matahari berada di garis sembilan belas derajat ufuk Barat. Dalam kajiannya, beliau juga telah berhasil menemukan dan menjelaskan kedudukan cahaya seperti bias cahaya dan pembalikan cahaya.
Ibnu Haitham juga turut melakukan percobaan terhadap kaca yang dibakar dan dari situ menghasilkan teori lensa pembesar. Teori itu telah digunakan oleh para ilmuwan Itali untuk menghasilkan kaca pembesar yang pertama di dunia.
Yang lebih menakjubkan ialah Ibnu Haitham telah menemukan prinsip isi padu udara sebelum seorang ilmuwan yang bernama Trricella mengetahui perkara itu 500 tahun kemudian. Ibnu Haitham juga telah menemukan perwujudan tarikan gravitasi sebelum Issaac Newton mengetahuinya.
Selain itu, teori Ibnu Haitham mengenai jiwa manusia sebagai satu rentetan perasaan yang bersambung-sambung secara teratur telah memberikan ilham kepada ilmuwan Barat untuk menghasilkan wayang gambar. Teori beliau telah membawa kepada penemuan filem yang kemudian disambung-sambung dan dimainkan kepada para penonton sebagaimana yang dapat kita tonton pada masa kini.
Selain sains, Ibnu Haitham juga banyak menulis mengenai falsafah, logika, metafisika, dan persoalan yang berkaitan dengan keagamaan. Beliau turut menulis ulasan dan ringkasan terhadap karya-karya sarjana terdahulu.
Bagi Ibnu Haitham, falsafah tidak boleh dipisahkan dari matematika, sains, dan ketuhanan. Ketiga-tiga bidang dan cabang ilmu ini harus dikuasai dan untuk menguasainya seseorang perlu menggunakan waktu mudanya dengan sepenuhnya. Apabila umur semakin meningkat, kekuatan fisik dan mental akan turut mengalami kemerosotan.
Karya-karya Ibnu Haitham:
1. Al'Jami' fi Usul al'Hisab tentang teori-teori ilmu metametika dan analisaannya
2. Kitab Al-Tahlil wa al'Tarkib mengenai ilmu geometri
3. Kitab Tahlil Al-masa’il Al-Adadiyah tentang algebra;
4. Maqalah fi Istikhraj Simat Al-Qiblah yang mengupas tentang arah kiblat
5. Risalah fi Sina'at Al-Syi'r mengenai teknik penulisan puisi.
Sumbangan Ibnu Haitham kepada ilmu sains dan falsafah amat banyak. Kerana itulah Ibnu Haitham terkenal sebagai seorang yang miskin dari segi material tetapi kaya dengan ilmu pengetahuan.
Beberapa pandangan dan pendapatnya masih relevan hingga sekarang. Walau bagaimanapun sebahagian karyanya lagi telah dicuri dan diceduk oleh ilmuwan Barat tanpa memberikan penghargaan yang sewajarnya kepada beliau. Semestinya ilmuwan Barat patut berterima kasih kepada Ibnu Haitham dan para sarjana Islam karena tanpa mereka mungkinan dunia Eropa masih diselubungi dengan kegelapan.
Kajian Ibnu Haitham telah menyediakan landasan kepada perkembangan ilmu sains dan pada masa yang sama tulisannya mengenai falsafah telah membuktikan keaslian pemikiran sarjana Islam dalam bidang ilmu tersebut yang tidak lagi dibelenggu oleh pemikiran falsafah Yunani.

Al-Biruni

Pada zaman awal kedatangan Islam, masyarakat Islam tidak begitu tertarik kepada ilmu falsafah. Walau bagaimanapun menjelang abad ke-3, para sarjana Islam mulai memberikan perhatian kepada persoalan dan pemikiran yang berkaitan dengan falsafah.
Falsafah yang dipelopori oleh para ilmuwan Islam, berlandaskan ajaran Islam dan kalimah syahadah bertujuan untuk meningkatkan keyakinan dan ketakwaan umat Islam. Berbeda dengan falsafah Yunani yang lebih tertumpu kepada pencarian kebenaran berlandaskan pemikiran dan logika semata sehingga menimbulkan kekeliruan
Aliran falsafah pada zaman Islam tidak sekadar membataskan perbicaraan kepada persoalan yang berkaitan dengan metafisika dan kejadian alam. Tetapi juga meliputi persoalan yang berkaitan dengan nilai-nilai akhlak, masyarakat, dan kemanusiaan. Walaupun ahli falsafah pernah dicap oleh Imam Al-Ghazali sebagai golongan yang sesat lagi menyesatkan, tetapi perkembangan ilmu falsafah itu telah berhasil membantu menyelesaikan berbagai persoalan keagamaan, ekonomi, politik, sosial, budaya, dan bidang-bidang lain.
Umat Islam digalakkan mencari dan menimba ilmu sampai ke negara China. Dorongan yang diberikan oleh Islam itu telah memberikan semacam motivasi kepada para sarjana Islam untuk terus menggali dan mempelajari berbagai ilmu pengetahuan.
Salah seorang ilmuwan tersebut ialah Al Biruni atau nama lengkapnya Abu Al-Raihan Muhammad ibnu Ahmad Al-Biruni. Beliau dilahirkan pada tahun 362 H/973 M di Birun, ibu kota  negara Khawarizm atau lebih dikenal sebagai Turkistan. Gurunya yang pertama ialah Abu Nasir Mansur ibnu Alt ibnu Iraqin yang juga merupakan seorang pakar ilmu matematika dan alam.
Minat dan kecenderungannya untuk mempelajari serta meluaskan dimensi ilmu pengetahuannya telah mendorong Al-Biruni merantau hingga ke negara India. Tetapi semasa berada di India, Al-Biruni telah ditawan oleh Sultan Mahmud Al-Ghaznawi. Setelah Sultan Mahmud Al-Ghaznawi menyadari keilmuwannya maka beliau ditugaskan di istana sebagai salah seorang ulama. Kesempatan itu digunakan sepenuhnya oleh Al-Biruni untuk mempelajari bahasa Sangsekerta dan bahasa lain di India.
Di sana beliau mengambil kesempatan untuk mengenali agama Hindu dan falsafah India. Hasilnya beliau telah menulis beberapa buah buku yang mempunyai hubungan dengan masyarakat India dan kebudayaan Hindu.
Tembok penjara tidak menjadi penghalang kepada Al-Biruni untuk terus menuntut dan menghasilkan karya-karya besar dalam berbagai bidang. Sumbangannya kepada ilmu dan peradaban India sangat besar. Sumbangannya yang paling penting ialah dalam penciptaan kaedah penggunaan angka-angka India dan kajiannya mencari ukuran bumi menggunakan perkiraan matematika. Beliau juga telah menghasilkan satu peta yang berisi kedudukan ibu kota-ibu kota negara di dunia.
Sewaktu berada dalam tawanan itu, Al-Biruni juga menggunakan seluruh ruang dan peluang yang ada untuk menjalin hubungan antara para ilmuwan sekolah tinggi Baghdad dan para sarjana Islam India yang tinggal dalam istana Mahmud al Ghaznawi.
Selepas dibebaskan, beliau telah menulis sebuah buku yang berjudul Kitab Tahdid Al-Nihayat Al- Amakin Litashih Al-Masafat Al-Masakin. Di samping itu, beliau turut mendirikan sebuah pusat kajian astronomi mengenai sistem solar yang telah membantu perkembangan pengajian ilmu falak pada tahun-tahun yang mendatang. Kajiannya dalam bidang sains, matematika, dan geometrika telah menyelesaikan banyak masalah yang tidak dapat diselesaikan sebelum ini.
Penguasaannya terhadap berbagai ilmu pengetahuan dan bidang telah menyebabkan beliau digelar sebagai Ustaz fil Ulum atau guru segala ilmu. Tulisannya tentang sejarah Islam telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dengan judul Chronology of Ancient Nation. Banyak lagi buku tulisan Al-Biruni diterbitkan di Eropa dan tersimpan dengan baik di Museum Escorial, Sepanyol. Dalam sepanjang hidupnya.
Al-Biruni telah menghasilkan lebih 150 buah buku. Antara buku itu ialah Al-Jamahir fi Al-Jawahir yakni mengenai batu-batu permata; Al-Athar Al-Baqiah berkaitan dengan peninggalan sejarah dan Al-Saidalah fi Al-Tibb, tentang obat-obatan. Karya ini adalah karyanya yang terakhir sebelum meninggal dunia pada 1048M.
Al-Biruni bukan saja dapat menguasai bahasa Sangsekerta dengan baik tetapi juga bahasa-bahasa Ibrani dan Syria. Beliau yang memiliki ilmu pengetahuan yang luas tentang falsafah Yunani menjadikannya seorang sarjana agung yang pernah dilahirkan oleh dunia Islam. Al-Biruni berhasil membuktikan bahwa gandengan falsafah dan ilmu pengetahuan telah menjadikan agama terus hidup subur dan berkembang serta membantu menyelesaikan permasalahan yang dihadapi oleh umat.
Pemikiran falsafahnya tidak semata-mata bersandarkan kepada imajinasi dan permainan logika tetapi berdasarkan kepada kajian yang dilakukannya secara empirikal. Kepakarannya dalam ilmu Islam tidak tidak dapat di ragukan lagi kerana dalam umur yang masih muda beliau telah menghasilkan sebuah karya besar yang berjudul Kitabul Asar Al-Baqiya Anil Quran Al-Khaliya.
Al-Biruni telah membuktikan bahwa golongan ahli falsafah bukan merupakan golongan yang sesat. Sebaliknya mereka merupakan golongan ilmuwan yang perlu diberi penghargaan. Peranan dan kedudukan mereka sangat besar dalam peradaban manusia.

Ibnu Sina




Ibnu Sina merupakan seorang filsuf, ilmuwan, dan juga dokter Islam. Sumbangannya dalam bidang kedokteran bukan saja diakui oleh dunia Islam tetapi juga oleh para sarjana Barat. Nama lengkap Ibnu Sina ialah Abu Ali Al-Hussian Ibnu Abdullah. Tetapi di Barat, beliau lebih dikenali sebagai Avicenna.
Ibnu Sina dilahirkan di Persia, sekarang sudah menjadi bagian Uzbekistan pada tahun 370H/980 M. Pengajian peringkat awalnya bermula di Bukhara dalam bidang bahasa dan sastra. Selain itu, beliau turut mempelajari ilmu-ilmu lain seperti geometri, logika, matematika, sains, fiqih, dan kedokteran.
Walaupun Ibnu Sina menguasai berbagai ilmu pengetahuan termasuk falsafah tetapi beliau lebih menonjol dalam bidang kedokteran . Bagi banyak orang, beliau adalah “Bapak Pengobatan Modern”. George Sarton menyebut Ibnu Sina “ilmuwan paling terkenal dari Islam dan salah satu yang paling terkenal pada semua bidang, tempat, dan waktu”. Bukunya yang paling terkenal adalah The Book of Healing dan The Canon of Medicine, dikenal juga sebagai sebagai Qanun (judul lengkap: Al-Qanun fi At Tibb).
Ibnu Sina mulanya menjadi terkenal setelah berhasil menyembuhkan penyakit Putra Nub Ibnu Nas Al-Samani yang gagal diobati oleh dokter yang lain.
Bukunya Al Qanun fil Tabib telah diterbitkan di Roma pada tahun 1593 sebelum dialihbahasakan ke dalam bahasa Inggris dengan judul Precepts of Medicine. Dalam jangka waktu tidak sampai 100 tahun, buku itu telah dicetak ke dalam 15 bahasa. Pada abad ke-17, buku tersebut telah dijadikan sebagai bahan rujukan diuniversitas-universitas Itali dan Perancis. Bahkan hingga abad ke-19, bukunya masih dicetak ulang dan digunakan oleh para pelajar kedokteran.
Ibnu Sina juga telah menghasilkan sebuah buku yang diberi judul Remedies for The Heart . Dalam buku itu, beliau telah menceritakan dan menguraikan 760 jenis penyakit bersama dengan cara untuk mengobatinya. Hasil tulisan Ibnu Sina sebenarnya tidak terbatas kepada ilmu kedokteran  saja. Tetapi turut merangkum bidang dan ilmu lain seperti metafisika, musik, astronomi, syair, prosa, dan agama.
Penguasaannya dalam berbagai bidang ilmu itu telah menjadikannya seorang tokoh sarjana yang serba bisa. Ibnu Sina juga menduduki peringkat pertama dalam bidang ilmu logika sehingga diberi gelar guru ketiga. Dalam bidang penulisan, Ibnu Sina telah menghasilkan ratusan karya termasuk kumpulan risalah yang berisi hasil sastra kreatif.
Hal yang lebih menakjubkan pada Ibnu Sina ialah beliau juga merupakan seorang ahli falsafah yang terkenal. Beliau pernah menulis sebuah buku berjudul An-Najah yang membicarakan persoalan falsafah. Pemikiran falsafah Ibnu Sina banyak dipengaruhi oleh aliran falsafah Al-Farabi yang telah menghidupkan pemikiran Aristoteles. Oleh sebab itu, pandangan kedokteran Ibnu Sina turut dipengaruhi oleh asas dan teori perubatan Yunani khususnya Hippocrates.
Kedokteran Yunani berasaskan teori empat unsur yang dinamakan humours yaitu darah, lendir,  empedu kuning (yellow bile), dan empedu hitam (black bile). Menurut teori ini, kesehatan seseorang mempunyai hubungan dengan campuran keempat unsur tersebut. Keempat  unsur itu harus berada pada kadar yang seimbang dan apabila keseimbangan ini diganggu maka seseorang akan mendapat penyakit.
Setiap individu dikatakan mempunyai formula keseimbangan yang berlainan. Meskipun teori itu didapati tidak tepat tetapi telah meletakkan satu landasan kukuh kepada dunia kedokteran untuk mengenal pasti penyakit pada manusia. Ibnu Sina telah menapis teori-teori Yunani ini dan mengislamkannya.
Ibnu Sina percaya bahwa setiap tubuh manusia terdiri dari empat unsur yaitu tanah, air, api, dan angin. Keempat unsur ini memberikan sifat lembap, sejuk, panas, dan kering serta sentiasa bergantung kepada unsur lain yang terdapat dalam alam ini.
Pengaruh pemikiran Yunani bukan saja dapat dilihat dalam pandangan Ibnu Sina mengenai kesehatan, tetapi juga bidang falsafah. Ibnu Sina berpendapat bahwa matematika boleh digunakan untuk mengenal Tuhan. Pandangan semacam itu pernah dikemukakan oleh ahli falsafah Yunani seperti Pythagoras untuk menguraikan mengenai sesuatu kejadian. Bagi Pythagoras, sesuatu hal mempunyai angka-angka dan angka itu berkuasa di alam ini. Berdasarkan pandangan itu, maka Imam Al-Ghazali telah mencap faham Ibnu Sina sebagai sesat dan lebih berbahaya daripada kepercayaan Yahudi dan Nasrani.
Sebenarnya, Ibnu Sina tidak pernah menolak kekuasaan Tuhan. Dalam buku An-Najah, Ibnu Sina telah menyatakan bahwa pencipta yang dinamakan sebagai Wajib al-Wujud ialah satu. Dia tidak berbentuk dan tidak boleh disamakan dengan apapun.
Tetapi tidaklah wajib segala yang wujud itu datang dari Wajib al-Wujud sebab Dia berkehendak bukan mengikut kehendak. Walau bagaimanapun, tidak menjadi halangan bagi Wajib al-Wujud untuk melimpahkan segala yang wujud sebab kesempurnaan dan ketinggian-Nya.
Pemikiran Ibnu Sina ini telah rnencetuskan kontroversi dan telah di tetapkan sebagai satu percobaan untuk membahas zat Allah. Al-Ghazali telah menulis sebuah buku yang berjudul Tahafat Al-Falasifah (Tidak Ada Kesinambungan Dalam Pemikiran Ahli Falsafah) untuk membahas pemikiran Ibnu Sina dan al-Farabi.
Antara persoalan yang diutarakan oleh Al-Ghazali ialah penyangkalan terhadap kepercayaan dalam keabadian planet bumi, penyangkalan terhadap penafian Ibnu  Sina dan Al-Farabi mengenai pembangkitan jasad manusia dengan perasaan kebahagiaan dan kesengsaraan di surga atau neraka.
Walau apa pun pandangan yang dikemukakan, sumbangan Ibnu Sina dalam perkembangan falsafah Islam tidak mungkin dapat dinafikan. Bahkan beliau boleh dianggap sebagai orang yang bertanggung jawab menyusun ilmu falsafah dan sains dalam Islam. Sesungguhnya, Ibnu Sina tidak saja unggul dalam bidang kedokteran tetapi kehebatan dalam bidang falsafah melampaui  gurunya sendiri yaitu Al-Farabi.

Al-Ghazali




Imam Al-Ghazali lebih dikenali sebagai ulama tasawuf dan akidah. Oleh sebab itu sumbangannya terhadap bidang falsafah dan ilmu pengetahuan lain tidak boleh dinafikan. Al-Ghazali merupakan seorang ahli sufi yang bergelar "hujjatui Islam”.
Abu Hamid Ibnu Muhammad Al-Tusi Al-Ghazali itulah tokoh yang dilahirkan pada tahun 450 H. Sejak kecil , beliau telah menunjukkan usaha yang luar biasa dengan menguasai berbagai cabang ilmu pengetahuan. Beliau bukan saja produktif dari segi menghasilkan buku dan karya tetapi merupakan seorang ahli pikir Islam yang terulung.
Cintanya terhadap ilmu pengetahuan begitu mendalam sehingga mendorongnya untuk  merantau dari tempat satu ke tempat yang lain untuk berguru dengan ulama-ulama yang hidup pada zamannya. Sewaktu berada di Baghdad, Al-Ghazali telah dilantik sebagai guru besar Universitas Baghdad.
Walaupun telah bergelar guru besar tetapi beliau masih merasakan kekurangan pada ilmu pengetahuan yang dimiliki. Oleh karena itu, beliau beralih ke bidang tasawuf dengan merantau ke Mekkah sambil berguru dengan ahli-ahli sufi yang terkenal disana.
Selain belajar dan mengkaji, Al-Ghazali juga banyak menulis. Beliau telah menulis 300 buah buku mencakupi berbagai bidang ilmu pengetahuan seperti matematika, akhlak, tafsir, ulumul Quran, falsafah, dan sebagainya. Walau bagaimanapun, sebahagian besar hasil tulisannya telah hangus dibakar oleh pemberontak Moghul yang menyerang kota Baghdad.
Antara kitab yang musnah termasuk: 40 Jilid Tafsir, Sirrul Alamain (Rahasia Dua Dunia), dan al Madhnuuna bihi ala Qhairiha (Ilmu Yang Harus Disembunyikan Dari Orang-orang Yang Bukan Ahlinya,). Cuma 84 buah buku tulisan beliau yang bisa diselamatkan seperti Al Munqiz Mim Al-Dhalal (Penyelamat Kesesatan), Tahafut al Falsafah (Penghancuran Falsafah), Mizanul Amal (Timbangan Amal), Ihya Ulumuddin (Penghidupan Pengetahuan), Mahkun Nazar (Mengenai Ilmu Logika), Miyarul Ilmu, dan Maqsadil Falsafah (Tujuan Falsafah).
Meskipun Al-Ghazali banyak menulis mengenai falsafah tetapi beliau tidak dianggap sebagai seorang ahli falsafah. Malah kebanyakan penulis menggolongkan Al-Ghazali sebagai seorang yang memerangi dan bersikap antifalsafah. Pandangan ini berdasarkan tulisan Al-Ghazali dalam buku Tahafut Falsafah yang banyak mengkritik dan mengecam falsafah. Bahkan dalam buku tersebut, Al-Ghazali menyatakan tujuan menyusun buku itu adalah untuk menghancurkan falsafah dan menggugat keyakinan orang terhadap falsafah. Namun begitu, pandangan bahwa Al-Ghazali seorang yang antifalsafah tidak disetujui oleh beberapa orang sarjana.
Walaupun tidak ada seorang pun yang boleh menafikan kecaman Al-Ghazali terhadap falsafah seperti yang ditulis dalam buku Tahafut Falsafah itu tetapi perlu diingat bahwa sikap ragu dan kritikannya terhadap falsafah merupakan sebagian proses ilmu falsafah itu sendiri. Hal ini karena tugas ahli falsafah bukan semata-mata untuk mencari kebenaran dan penyelesaian terhadap sesuatu masalah tetapi juga membantah penyelesaian yang dikemukakan terhadap permasalahan tersebut.
Kalau menyelusuri perjalanan hidup Al-Ghazali maka akan didapati bahwa beliau merupakan ilmuwan Islam pertama yang mendalami falsafah dan kemudian mengambil sikap mengkritiknya. Walaupun Al-Ghazali kurang senang dengan falsafah dan ahli falasafah tetapi dalam buku Maqasid al Falasifah, beliau telah mengemukakan kaedah falsafah untuk menguraikan persoalan yang berkaitan dengan logika.
Menurut Al-Ghazali, falsafah boleh dibagi dalam enam ilmu pengetahuan yaitu matematika, logika, fisika, metafisika, politik, dan etika. Bidang-bidang ini kadang-kadang selaras dengan agama dan kadang-kadang pula sangat berlawanan dengan agama.
Namun , agama Islam tidak menghalang umatnya dari mempelajari ilmu pengetahuan tersebut sekiranya mendatangkan kebaikan serta tidak menimbulkan kemudaratannya. Contohnya agama tidak melarang ilmu matematika karena ilmu itu merupakan hasil pembuktian pikiran yang tidak boleh dinafikan selepas ia dipahami.
Tapi bagi Al-Ghazali, ilmu tersebut boleh menimbulkan beberapa persoalan yang berat. Antaranya ialah ilmu matematika terlalu mementingkan logika sehingga akan menyebabkan timbulnya persoalan yang berkaitan dengan perkara yang tidak dapat diuraikan oleh akal pikiran. Menurut Al-Ghazali tidak salah berpegang kepada logika tetapi yang menjadi masalahnya ialah golongan falsafah yang terlalu berpegang kepada logika, hendaklah membuktikan fakta termasuk perkara yang berhubung dengan metafisika.
Oleh sebab itulah beliau menentang golongan ahli falsafah Islam yang mencoba mengungkap kejadian alam yang menggunakan pemikiran dari ahli falsafah Yunani. Beberapa orang ahli falsafah Islam seperti Ibnu Sina dan Al-Farabi jelas terpengaruh dengan pemikiran falsafah Aristoteles. Maka tidak heran ada diantara pandangan ahli falsafah itu bertentangan dengan ajaran Islam yang akan menyebabkan kesesatan dan syirik.
Terdapat tiga pemikiran falsafah metafisika yang menurut Al-Ghazali sangat bertentangan dengan Islam yaitu qadimnya alam ini, tidak mengetahui Tuhan terhadap perkara dan peristiwa yang kecil, dan pengingkaran terhadap kebangkitan manusia.
Al-Ghazali tidak menolak penggunaan akal dalam pembicaraan falsafah dan penghasilan ilmu pengetahuan yang lain. Sebaliknya beliau berpendapat bahwa ilmu kalam dan penyelidikan menggunakan pikiran akan menambahkan keyakinan pada hati orang bukan Islam terhadap kebenaran ajaran Islam. Jadi, perkembangan sesuatu ilmu pengetahuan bukan saja bersandarkan kepuasan akal pikiran tetapi juga perlu mempertimbangkan aspek perasaan dan hati nurani. Al-Ghazali menganjurkan supaya umat Islam mencari kebenaran dengan menjadikan Alquran sebagai sumber yang utama bukannya melalui proses pemikiran dan akal semata. Jadi, apa yang dilakukan oleh Al-Ghazali ialah memaparkan kesalahan dan kepalsuan bidang pengetahuan yang bertentangan  dengan agama serta bertentangan dengan pendirian umat Islam. Sekaligus menunjukkan bahwa Al-Ghazali sebenarnya merupakan seorang ahli falsafah Islam yang mencari kebenaran dengan berdasarkan Alquran dan hadis tidak sebagaimana pemikiran serta permainan logika yang lazim digunakan ahli falsafah Yunani. Perkara yang ditentang oleh Al-Ghazali bukan ahli falsafah dan pemikiran yang dibawakan oleh mereka tetapi kesalahan dan kesesatan yang dilakukan oleh golongan tersebut. Menurut Al-Ghazali ilmu falsafah harus berdasarkan Alquran.

Ibnu Bajjah




Umat Islam dipercayai telah sampai ke Sepanyol pada zaman sahabat. Kedatangan mereka telah berjaya mempengaruhi kehidupan masyarakat di sana khususnya dalam bidang yang berkaitan dengan keilmuwan.
Sepanjang pemerintahan Islam di Sepanyol yang juga dikenali sebagai Andalusia, telah lahir cendikiawan-cendekiawan dan sarjana dalam berbagai bidang. Sebahagian mereka ialah ahli sains, matematika,astronomi, falsafah, sastra, dan sebagainya.
Salah seorang mereka ialah Abu Bakar Muhammad Ibnu Yahya Al-Saigh atau lebih terkenal sebagai Ibnu Bajjah. Beliau dilahirkan di Saragossa pada tahun 1082 M. Ibnu Bajjah merupakan seorang sastrawan dan ahli bahasa yang unggul. Dalam hal ini, beliau pernah menjadi penyair bagi golongan Al-Murabbitin yang dipimpin oleh Abu Bakar Ibrahim Ibnu Tafalwit.
Selain itu, Ibnu Bajjah juga merupakan seorang ahli musik dan pemain gambus yang handal. Beliau juga seorang hafiz Alquran. Ibnu Bajjah juga terkenal sebagai salah seorang doktor teragung yang pernah dilahirkan di Andalusia.
Kemampuannya menguasai berbagai-bagai ilmu menjadikannya seorang sarjana yang teragung bahkan tiada tandingannya di Andalusia dan bahkan di dunia Islam. Jadi, sumbangannya dalam bidang keilmuwan sangat besar. Dalam bidang falsafah contohnya, Ibnu Bajjah boleh diletakkan setaraf dengan Al-Farabi dan Aristoteles.
Ibnu Bajjah pernah menulis sebuah buku yang berjudul aI-Nafs yang membicarakan persoalan yang berkaitan dengan jiwa. Pembicaraan itu banyak dipengaruhi oleh gagasan pemikiran falsafah Yunani. Oleh sebab itulah, Ibnu Bajjah banyak membuat ulasan terhadap karya dan hasil tulisan Aristoteles, Galenos, Al-Farabi, dan Al-Razi.
Ibnu Bajjah merupakan tokoh ilmuwan yang hebat. Sesuai dengan itu beliau telah diberikan kedudukan dan penghormatan yang tinggi oleh orang Murabbitin. Tetapi perasaan dengki dan cemburu telah menyebabkan beliau diracuni dan akhirnya meninggal dunia pada tahun 1138 Mi dalam usia yang masih  muda.
Biarpun umur Ibnu Bajjah tidak panjang tetapi sumbangan dan pemikirannya telah meletakkan tapak yang kukuh kepada perkembangan ilmu dan falsafah di bumi Andalusia.

Ibnu Tufail




Dunia Islam telah melahirkan banyak ahli falsafah yang hebat. Namun begitu, falsafah Islam tetap dianggap sebagai satu kelompok yang hilang dalam sejarah pemikiran manusia. Maka tidak heran, sejarah lebih mengenali tokoh-tokoh falsafah Yunani dan Barat jika dibandingkan dengan ahli falsafah Islam.
Walaupun beberapa tokoh falsafah Islam seperti Al-Kindi, Al-Farabi, dan Ibnu Sina setingkat dengan ahli falsafah Barat, tetapi mereka tidak mendapat tempat yang sewajarnya jika dibandingkan dengan ahli falsafah Yunani seperti Plato dan Aristoteles. Kajian-kajian mengenai tokoh seperti mereka masih belum memadai dan belum memuaskan.
Walaupun para sarjana, ilmuwan, dan ahli falsafah Islam telah menghasilkan sejumlah karya-karya yang besar tetapi kebanyakan tulisan mereka belum diterjemahkan.
Tidak kurang juga yang musnah disebabkan oleh peperangan dan penaklukan yang dilakukan oleh penguasa asing. Malahan kajian yang dibuat terhadap pemikiran falsafah beberapa tokoh terkenal seperti Ibnu Rusyd tidak diberikan penilaian yang adil. Kajian dan terjemahan yang dibuat oleh S.Van den Berg terhadap kitab Lima Baida Al-Thaan, tulisan Ibnu Rusyd mengenai metafisika misalnya tidak mendapat sorotan yang meluas, padahal kajian tersebut dapat membantu kita memahami dan mendekati pemikiran ahli falsafah itu dengan lebih mendalam lagi.
Begitu juga dengan pemikiran falsafah Ibnu  Tufail tidak banyak diketahui oleh umat Islam sendiri. Ibnu Tufail yang lahir pada tahun 1106 M di Asya, Granada lebih dikenal sebagai ahli hukum, kedokteran, dan ahli politik yang handal. Semasa pemerintahan Al-Mu'min Ibnu Ali, Ibnu Tufail atau nama asalnya  Abu Bakar Muhammad Ibnu Abdul Malik Ibnu Muhammad Ibnu Muhammad Ibnu Tufail Al-Qisi pernah dilantik sebagai pembantu gabenur Wilayah Sabtah dan Tonjah di Maghribi.
Beliau juga pernah menjadi dokter peribadi pada pemerintahan Al-Muwahidin, Abu Ya'kub Yusuf. Setelah itu, tempatnya digantikan oleh muridnya yaitu Ibnu Rusyd. Selama hidupnya, Ibnu Tufail pernah dilantik sebagai menteri dan merupakan ahli politik yang dihormati oleh pihak pemerintah.
Selain itu, beliau juga melibatkan dirinya dalam bidang pendidikan, pengadilan, dan penulisan. Walaupun Ibnu Tufail dikatakan telah menulis banyak buku tetapi hanya satu buah kitab saja yang diwariskan kepada generasi umat Islam sekarang. Kitab itu ialah Hay Ibnu Yaqzan  yang memuat pandangannya secara umum, dengan gaya bahasa yang menarik dan imiginasi yang indah. Buku ini dianggap sebagai warisan paling unik yang ditinggalkan oleh seorang ahli falsafah Islam.
Buku ini kemudian diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa dunia. Yang menarik dalam buku itu, Ibnu Tufail berusaha menerangkan bagaimana manusia mempunyai potensi untuk mengenal Allah. Katanya, semua ini dapat dilakukan dengan membuat penelitian terhadap alam sekitar dan sekelilingnya.
Menerusi buku itu, Ibnu Tufail mencoba merangkai satu sistem falsafah berdasarkan perkembangan pemikiran yang ada pada diri manusia. Beliau berusaha mengungkap persoalan serta hubungan antara manusia, akal, dan Tuhan. Untuk itu, beliau telah menggunakan pemikiran Hay Ibnu Yaqzan yang hidup di sebuah pulau di Khatulistiwa sebagai gambaran percampuran empat unsur penting dalam kehidupan yaitu panas, sejuk, kering, dan basah dengan tanah. Hidup di tempat terpencil dan dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya dengan pimpinan akal dan bantuan panca indera. Langkah Ibnu Tufail menggunakan analogi pemikiran  tersebut dalam bukunya dianggap sebagai suatu hal yang luar biasa dalam penulisan karya yang berbentuk falsafah.
Pemikiran itu tidak pernah mengenali kedua orang tuanya. Tetapi alam telah memberinya seekor kijang yang memberinya makan. Setelah dewasa, dia mengarahkan pandangannya terhadap perkara yang ada di sekelilingnya. Di sini dia mulai membahas tentang kejadian dan rahasia kesehatan yang berlaku disekelilingnya. Hay bin Yaqzan selalu membahas dan menganalisa sesuatu perkara sehingga dia mampu mengetahui bahwa kebahagian dan kesengsaraan manusia itu tergantung kepada hubungannya dengan Allah. Dengan watak "Hay" itu, Ibnu Tufail berhasil membuat uraian yang menarik sekaligus membantu kita memahami pemikiran falsafahnya.
Buku itu juga mengandung pengamatan Ibnu Tufail mengenai ilmu metafisika, matematika, fisika, dan sebagainya. Ibnu Tufail melihat alam ini sebagai hal baru dan diciptakan oleh Tuhan yang MahaEsa dan berkuasa penuh. Dalam diri manusia pula terdapat roh yang menjadi sumber dan pedoman kehidupan mereka di muka bumi ini. Ibnu Tufail mendapati bahwa lapisan udara yang tinggi lebih sejuk dan tipis dari pada lapisan yang rendah.
Meskipun pandangan itu dianggap sebagai satu perkara yang biasa pada sekarang ini, tetapi pandangan ini sebenarnya telah menyediakan landasan kepada ahli sains untuk melakukan kajian terhadap panas dan segala fenomena yang berkaitan dengannya. Pemikiran falsafah Ibnu Tufail juga meliputi perkara yang berhubungan dengan masyarakat. Beliau berpendapat bahwa masyarakat terdiri dari sebagian besar individu-individu yang malas. Karena mereka mudah terpengaruh dan dengan nilai yang ada tanpa mau mempertimbangkannya.
Ibnu Tufail hidup hampir sezaman dengan Ibnu Bajjah. Oleh sebab itu beliau mudah menerima pandangan falsafah Ibnu Bajjah, Al-Farabi, dan beberapa ahli falsafah Islam yang lain dengan baik. Menurut beberapa ilmuwan, Ibnu Tufail banyak dipengaruhi oleh falsafah Ibnu Bajjah sebagaimana yang dapat diperhatikan pada pertengahan buku Hay bin Yaqzan yang banyak membawa saran yang terdapat dalam kitab Al-Mutawwahid. Dalam buku itu, Ibnu Bajjah telah melakukan pembelaan  terhadap  tulisan-tulisan al Farabi dan Ibnu Sina.
Namun   begitu, Ibnu Tufail tidak menerima saran itu bulat-bulat melainkan  dibahaskan secara kritis. Selain itu beliau seorang yang berpegang kepada logika  dalam mengungkap realita alam dan kehidupan manusia.
Akan tetapi, beliau tidak menyepi dan mengasingkan diri seperti yang dilakukan oleh segelintir ahli falsafah lain. Sebaliknya beliau giat dalam hAl-hal yang berkaitan dengan kemasyarakatan dan mengambil bagian secara aktif dalam urusan pemerintahan serta kenegaraan. Kegiatan ini dilakukannya samai beliau menghembuskan nafas yang terakhir pada 1185 M.